"SELAMAT DATANG DI RUANG SEDERHANA INI..........
ruang tempat seorang anak desa menulis, merangkai &
ingin meraih impian...yang bukan sekadar mimpi....
"

"Mujahid adalah tanda semangat..
bukan semata pedang yang terangkat...,
Mujahid adalah tanda cita dan cinta yang suci...
dan bukan sebuah menara tinggi duniawi..."

Kamis, 10 Oktober 2013

Menerima Kebenaran





Dalam menjalani kehidupan, tentu kita tidak terlepas dari kesalahan. Baik dalam berhubungan dari lingkungan terkecil yaitu keluarga, masyarakat, lingkungan kerja hingga lingkungan kehidupan bernegara. Hal ini merupakan hal lumrah, sebagaimana yang Alloh nyatakan dalam firmanNya :

“Manusia itu diciptakan dalam keadaan lemah.” (An Nisa: 28)

“Sesungguhnya manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim: 34)

Rasulullah pun menegaskan tentang kelemahan dan kekurangan anak cucu Adam ini. Dari sahabat Anas bin Malik , bahwa Rasulullah bersabda:

“Setiap anak Adam (manusia) pasti sering berbuat kesalahan.....” (H.R. Ibnu Majah no. 4251 dan lainnya).

Jika demikian apakah lantas manusia menikmati dan membiarkan setiap kesalahan dan dosanya? Tentu tidak. Islam telah mengajarkan bagaimana menyikapi dengan sebaik-baiknya dosa atau kesalahan tersebut. Mari sejenak menatap beberapa ayat di bawah ini :

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!”, maka mereka pun sujud kecuali iblis...” (QS. Al-Baqarah : 34).

“Lalu setan memperdayakan keduanya (adam dan hawa) dari surga. Sehingga keduanya dikeluarkan dari segala kenikmatan)”. (QS. Al-Baqarah : 36)

Ayat di atas menunjukkan kisah dosa atau kesalahan pertama kali yang dilakukan makhluk Alloh. Ayat ke 34 yaitu tidak maunya iblis untuk bersujud kepada Adam saat Alloh menciptakannya. Kemudian pada ayat ke 36 adalah kesalahan yang dilakukan oleh kakek dan nenek moyang kita, yaitu Nabi Adam beserta istrinya yang dikarenakan bujukan setan mereka akhirnya melanggar perintah Alloh untuk tidak mendekati pohon terlarang.

Kemudian mari kita saksikan ekspresi masing-masing dari Iblis dan Nabi Adam setelah melakukan kesalahan.

Inilah jawaban iblis ketika ditanya oleh Alloh : "Dan Allah berfirman,"Apa yang menyebabkan kamu tidak mau bersujud kepada Adam, ketika Aku perintahkan?" Iblis menjawab,"Aku lebih baik daripada dia (Adam); engkau ciptakan aku dari api sedangkan dia (Adam) Engkau ciptakan dari tanah" (Al-Araf : 12).

Dan inilah ekspresi Nabi Adam alaihissalam Hawa, Keduanya berdoa : “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi” (Al Araf : 23).

Dari dua dalil di atas, ada dua hal juga yang dapat kita ambil hikmahnya. Pertama, bahwa konsep berfikir iblis ketika ditanya oleh Alloh mengenai alasan mengapa dia tidak mau bersujud kepada Nabi Adam adalah alasan yang sifatnya materialistis, yaitu dengan cara membandingkan antara tanah dan api. Dan menganggap bahwa api lebih baik dan mulia dari pada tanah. Padahal tak pantaslah sebagai hamba Alloh, ketika sudah mendapati kebenaran atau diberikan nasihat atas kesalahan pada dirinya kemudian ia membantah dan mengelak dengan mengatakan “oh...saya ini lebih mulia..” atau “oh saya ini pejabat...” atau “oh..saya ini orang kaya” dan sebagainya yang dikaitkan dengan kemuliaan materialistis. Karena betapa banyaknya di antara kita ketika diberikan nasihat, kemudian mempertahankan kesalahan kita hanya dikarenakan merasa lebih “tinggi” dari yang memberikan nasihat. Misalnya di dalam kehidupan rumah tangga, seorang ayah tidak bersedia diberikan nasihat dari anggota keluarganya. Atau yang lebih tinggi misalnya, seorang presiden tidak mau tunduk pada sebuah kebenaran atau nasihat yang datangnya dari rakyat jelata. Padahal sejatinya kebenaran itu adalah datang dari Alloh subhanahuu wata ala.

Kedua, ketika kita sudah melakukan kesalahan maka cepat-cepatlah kita segera mengakui kesalahan kita dan kemudian memohon ampun kepada Alloh atas segala kesalahan yang telah kita lakukan. Perhatikanlah doa yang dilantunkan oleh Nabi Adam di atas. Doa pengakuan yang tulus dan pasrah atas segala kesalahan dan kemudian diteruskan dengan pengharapan atas segala ampunan dari Sang Maha Pengampun.

Pembaca yang dirahmati Alloh, itulah sedikit tentang mental yang harus ada dalam diri kita sebagai orang yang penuh dosa dan kesalahan. Sikap menerima sebuah kebenaran dari siapapun itu datang. Dan sikap pengakuan, tobat dan memohon ampunan setelah itu sebagaimana yang telah dicontohkan kakek moyang kita.

Wallahu alam.
Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl
blog comments powered by Disqus