Bagi seorang perantau, pulang ke kampung halaman merupakan sebuah agenda yang selalu dinanti-nantikan. Betapapun bagi sebagian orang bisa saja mencibir tradisi yang terkesan tidak berarti itu. Mengapa demikian? Karena saya pun termasuk pelaku yang rutin melaksanakan tradisi mudik tersebut….
Dan kini, sudah satu pekan lebih raga ini sampai di kota harapan banyak orang ini….namun terang saja masih terbayang hangatnya suasana kampung halaman. Seperti masih terdengar saja suara dedaunan yang ditiup-tiup oleh angin. Seperti masih terasa tajam dinginnya angin ketika matahari mulai tenggelam. Dan masih terasa hangatnya cengkerama bersama para kekasih hati itu….. subhanalloh..”
Kini…, mesin penggilas itu mulai dan terus bekerja menghabiskan waktu. Rutinitas terasa tanpa batas dan target tak henti-hentinya mengejar keras. Semua tenggelam dan semua hanyut, ada yang menikmati…ada pula yang mencoba melawan walau hanya dengan keluh kesah yang tiada tertahankan. Padahal tak nampak makhluk yang memegang cemeti dan memacu berlari….namun sabetan cemeti itu terasa amat panas menyambar ganas agar kita terus bergerak….
Namun….dalam terusnya ini…. Kurasa ada sepi yang hadir di ujung jauh di sana. Sejenak hadirnya itu melemaskan setiap sendi tulang dan mengundang air mata menjadi banjir meleleh.
Ya Rabbi…, ridhoi rutinitas dan sepi ini….. agar mampu menjadi penghangat sendi-sendi tulang yang mulai malas bekerja….untuk sebuah cita yang terus nampak di depan mata….namun sering menghilang saat mata terpejam…
Wahai para kekasih hati…… sepi kalian adalah semangatku…!!!
Allohu Akbar…!!!