UNTUK APA KITA DICIPTAKAN?
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Jama’aah sholat jum’at yang dirahmati Alloh,
• Yang utama dan pertama sekali marilah kita ucapkan dan ungkapkan kesyukuran kita kepada Allohu ta’ala yang sampai saat ini masih memberikan banyak kenikmatan kepada kita semua. Yang sampai saat ini masih memberikan kenikmatan yang tiada terhitung kepada kita semua. Betapapun, dengan kenikmatan yang telah Alloh berikan kita masih saja enggan untuk melaksanakan perintah-perintahNya. Betapapun, dengan kenikmatan itu masih saja enggan untuk meninggalkan apa-apa yang telah Alloh larang. Tapi semoga kita selalu berusaha menjadi hamba yang bersyukur. Yang benar-benar bersyukur sebagaimana syukur yang telah dicontohkan oleh Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam.
Aisyah Radhiyallahu anha telah meriwayatkan bahwa Nabi selalu bangun malam untuk menunaikan shalat sampai-sampai kedua kaki beliau bengkak. Maka Aisyah bertanya :
“Mengapa engkau lakukan ini wahai Rasulullah, bukankah ALloh telah mengampuni kesalahan Anda baik yang sudah lampau maupun yang akan dating?” Lalu beliau menjawab :
Afalaa Akuunu ‘Abdan Syakuro?
Salahkah aku jika menjadi hamba yang bersyukur? (HR. Muslim).
Begitulah…Rasulullah mengajarkan kita tentang arti kesyukuran, yaitu dengan cara menambah dan meningkatkan selalu kuantitas dan kualitas ibadah kepada Allohu ta’ala.
• Salam juga sholawat marilah senantiasa juga kita senandungkan untuk Nabi Mulia…beserta untuk keluarga dan sahabatnya. Yang mana…tidak ada satupun kebaikan di dunia ini yang terlewatkan yang tidak dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya. Maka sungguh aneh, jika ada seorang yang mengaku mukmin tapi masih saja mencari idola-idola selain Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassallam dan juga para sahabatnya.
Karena sungguh telah sempurna dan paripurna apa-apa yang telah beliau dan para sahabatnya contohkan. Baik bagaimana menjadi seorang bapak, menjadi seorang suami, menjadi seorang panglima perang, menjadi pimpinan Negara, menjadi pengusaha dan sebagainya.
Jamaah sholat jum’at yang berbahagia…
• Tak lupa..khotib ingin mengajak, marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Alloh subhana wata’ala. Dengan taqwa yang sebenar-benarnya pula. Yaitu dengan meninggalkan segala apa yang telah Alloh larang. Dan selalu mentaati segala apa-apa yang telah Alloh perintahkan kepada kita.
Atau sebuah definisi taqwa yang telah disampaikan oleh sahabat Ubay bin Ka’ab ketika ditanya oleh Umar bin Khaththab tentang definisi taqwa. Maka Ubay bin Ka’ab menjawab “Apakah anda tidak pernah berjalan di tempat yang penuh duri? Umar menjawab Ya”. Ubay bertanya lagi : Lalu anda berbuat apa?” Jawab Ummar, Ya saya sangat waspada dan bersungguh-sungguh menyelamatkan diri dari duri itu”. Ubay berkata “Begitulah contoh taqwa”.
Jadi begitulah sikap seorang mukmin ketika hendak melakukan sebuah perbuatan dan perkataan, akan sangat berhati-hati dan sungguh-sungguh agar tidak mengundang kemurkaan Allohu ta’ala.
Jamaah sholat jum’at yang dirahmati Alloh..
Kualitas sebuah produk dikatakan baik jika produk tersebut mampu digunakan sesuai dengan tujuan diproduksi. Kualitas sebuah alat misalnya, dikatakan baik dan berkualitas jika mampu digunakan sebagaimana tujuan dia dibuat atau diproduksi.
Jama’ah….begitu juga kualitas manusia, maka dikatakan baik jika dia hidup berfungsi sesuai dengan tujuan dia diciptakan oleh Allohu ta’ala. Maka ketika Alloh bertanya dalam Qur’an Surat AlQiyamah ayat 36 :
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?
Dalam Surat yang lain Alloh pun kembali bertanya kepada kita (Al-Mu’minun ayat 115) :
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
Pertanyaan dari Alloh ini bukanlah sebuah pertanyaan yang harus dijawab. Karena Alloh pun tidak mungkin bertanya karena ketidaktahuan Alloh. Tapi Alloh seakan-akan mengingatkan kepada kita semua. Seakan-akan menyindir kita semua, agar kita mereview kembali langkah-langkah dan kesibukan kita hidup di dunia, SUDAH SESUAIKAH DENGAN TUJUAN KITA DIHIDUPKAN DI DUNIA INI…?
Karena sebagian di antara manusia menganggap bahwa hidup di dunia ini hanyalah kebetulan semata. Dilahirkan dari rahim seorang ibu, menjadi anak-anak hingga dewasa, kemudian hidup sesuai selera masing-masing kemudian mati sebagai akhir sebuah perjalanan kehidupan seseorang. Dan di rentang waktu menunggu kematian itu hanyalah pergulatan mencari nafkah, bekerja dan berkeluarga.
Dan mungkin saja sadar atau tidak, kita terpengaruh oleh paham seperti itu. Hidup hanyalah untuk bekerja. Mencari nafkah dengan sejumlah rutinitas kesibukan kita.
Jika sampai ada pemikiran demikian…masyaAlloh hal tersebut sangat bertentangan sekali dengan logika sehat kita sebagai manusia. Dan ini merupakan bahaya yang besar bagi kita sebagai manusia.
Jama’ah sholat jum’at yang dirahmati Alloh…
Anggap saja bahwa jamaah sekalian merupakan karyawan dari sebuah perusahaan, apakah mungkin anda jauh-jauh datang dari rumah ke kantor perusahaan tanpa tujuan yang jelas?? Hanya untuk datang, duduk-duduk dan kemudian pulang begitu saja??? Padahal perusahaan tempat anda bekerja telah memberikan berbagai fasilitas, kantor yang nyaman, tempat duduk yang enak, meja kursi dan gaji tiap bulan???
Apalagi kita didatangkan, dihidupkan oleh Alloh dengan segala fasilitas lengkap langit dan bumi beserta seluruh isinya yang ada. Apakah mungkin hanya untuk main-main dan kebetulan semata tanpa tujuan?
Hal yang MUSTAHIL.
Dalam Qur’an Surat Adz-Dzariyat : 56 :
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah/mengabdi kepadaKu
Dalam ayat ini Alloh telah menggariskan visi atau tujuan kita diciptakan yaitu hanya untuk BERIBADAH, kepada siapa? Hanya kepada Allohu ta’ala saja. Tidak ada kepada selainNya.
Lalu kemudian ada yang bertanya, apakah kemudian kita hidup hanyalah sholat, dzikir, naik haji dan tidak bekerja atau melaksanakan kegiatan yang lain?
Jamaah…jangan sampai kita mengartikan sempit arti kata ibadah.
Ibadah dalam arti bahasa adalah perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.
Dan menurut istilah syar’i , definisi terbaik dan terlengkap adalah apa yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dia rahimahullah mengatakan, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Alloh dan diridhaiNya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang Nampak (lahir). Maka sholat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada orang tua, menyambung silaturahim, menepati janji, memerintah yang ma’ruf, melarang dari yang mungkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Alloh dan Rasulnya, takut kepada Alloh, inabah (kembali taat) kepadaNya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untukNya, bersabar terhadap keputusan takdir Alloh, bersyukur atas nikmat-nikmatNya, merasa ridho terhadap qadha/takdirNya, tawakal kepadaNya,mengharapkan rahmat (kasih sayangNya), merasa takut dari siksaNya dan lain sebagaimanya itu juga termasuk bagian dari ibadah kepada Alloh”.
Jadi ibadah tidak hanya sholat, zakat dan dzikir. Tapi seluruh apa yang kita lakukan yang dipenuhi dengan sikap cinta, harap, patuh, tunduk dan takut serta ridho hanya kepada Alloh itulah ibadah.
Jamaah yang dirahmati ALloh..
Karena pentingnya tujuan yang Alloh tetapkan ini, maka Alloh pun mengutus para Rasul di setiap ummat untuk memberikan penjelasan tentang tujuan penciptaan manusia. Dan setiap Rasul diberikan tugas yang sama yaitu untuk menyuruh manusia menyembah Allohu ta’ala saja, untuk memurnikan ibadah kepada ALlohu ta’ala saja. Alloh berfirman dalam QS. An-Nahl : 36.
Dan sungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan) : “sembahlah Alloh saja” dan jauhilah Thogut”…
Di dalam surat ini dijelaskan kembali bahwa tugas Rasul adalah untuk mengingatkan kepada manusia. Seluruh Rasul dari Nabi Adam alaihissalam s/d Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam semua mempunyai tugas yang sama, yaitu memerintahkan manusia agar menyembah Alloh saja dan menjauhi thagut. Apa itu thagut?
Thagut berasal dari kata thaga yang artinya melampaui batas. Atau sederhananya pengertiannya adalah sesembahan yang disembah selain diibadahi selain Allohu ta’ala.
Nabi Ibrahim – membersihkan pengibadahan thd patung2
Nabi Musa – Fir’aun yang mengklaim sebagai Tuhan yaitu yang berhak mengatur ketundukan manusia.
Rasulullah selama 13 tahun juga berdakwah di Makkah untuk mengingatkan hakikat tujuan penciptaan manusia kepada penduduk Makkah. Dan ketika itu bukannya penduduk Makkah tidak mengenal Allohu ta’ala, tapi mereka mengakui adanya Allohu ta’ala tapi di sisi lain mereka mencintai Latta dan Uzza.
Latta dan Uzza dahulu adalah orang-orang sholeh di Makkah. Kemudian setelah meninggal dunia,
- penduduk makkah memuliakan kuburannya, menziarahi dan sebagainya.
- Tidak cukup dengan pergi ke kuburnya atau dengan alasan efisiensi dibuatlah gambarnya
- Lalu tidak puas dengan gambar saja, maka dibuatlah patung yang mirip dengan lata dan uza.
- Demikian sampai puncaknya menjadi kedudukan lata dan uza sebagai tempat bersandar dan meminta pertolongan.
Mereka menyerahkan hak Alloh yaitu memberi rizki, memberi keberuntungan dan mudhorot kepada selain Allohu ta’ala. Hal inilah yang Rasul ingin bersihkan dari penduduk Makkah…
Jamaah yang dirahmati Alloh..
Jadi jika bisa kita simpulkan, tujuan penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepada ALlohu ta’ala semata, membersihkan atau memurnikan ibadah manusia hanya kepada Alloh saja disebut juga dengan tauhid.
Atau dengan kata lain maka bertauhid adalah tujuan kita diciptakan di dunia ini. Untuk itu mari kita cek ulang, segala pola pikir, keyakinan dan perbuatan kita, jangan sampai ternodai oleh kemusyrikan. Terlebih di akhir zaman ini.
Betapa banyak :
1. Sms/broadcast mengandung kesyirikan.
2. Percaya perdukunan.
3. Percaya ramalan-ramalan
4. Tempat-tempat keramat.
5. Bahkan kuburan-kuburan para orang-orang sholeh (tidak ada bedanya dengan Latta dan Uzza)
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin washolatu wassalamu ‘ala ashrafil ambiyaai wal mursalin, wa ‘ala alihi washohbihi ajma’in.
Jamaah yang dirahmati Alloh…,
Dalam kesempatan khutbah yang kedua ini, alfakir ingin menyimpulkan dari khutbah yang pertama :
A. Bahwa sekali lagi, tujuan kita diciptakan adalah untuk memurnikan ibadah (ketaatan, kepatuhan, ketundukan, kecintaan, keberharapan) kita kepada Allohu ta’ala saja atau bisa diistilahkan agar kita bertauhid kepada ALlohu ta’ala saja. Ini adalah konsekuensi atas pengakuan kita terhadap Alloh sebagai Tuhan Pencipta kita. Sedangkan dunia beserta isinya ini adalah fasilitas dari Alloh agar kita semakin memurnikan ibadah kita kepada Allohu ta’ala. Bukan sebaliknya…..kita sibuk dengan fasilitas sehingga lupa akan tujuan hidup kita.
B. Jika kita sudah mengetahui demikian, mari menjadikan Tauhid sebagai prioritas kita dalam kehidupan kita, menjadikan pertimbangan dalam setiap hal :
1. Ingin mendidik dan menyekolahkan anak, pertimbangkanlah tauhid.
2. Ingin bekerja, pertimbangkanlah tauhid.
3. Ingin berpolitik, pertimbangkanlah tauhid.
4. Ingin menikah, menikahkan…
5. Ingin apapun, pertimbangkan tauhid
C. Maka ilmu yang paling pertama kita cari/kita utamakan dan pahami di atas ilmu-ilmu yang lain adalah ilmu tentang tauhid, tentang tujuan penciptaan kita. Kita memohon kepada Alloh dengan niat yang ikhlas agar Alloh memberikan hidayah/petunjuk kepada kita agar kita sukses dan berhasil menjadi hamba Alloh dengan sebenarnya.
Aqimissholah…..!!!
read more...