Setelah bersalaman, cium dan
peluk…, akhirnya Marwa pun ikut pergi ke rumah neneknya (selanjutnya disebut “mbahnya”)
di Lenteng Agung. Khawatir sebenarnya melepasnya, sebab kondisi sudah malam dan
dia pun sedang batuk pilek. Tapi apa boleh buat, proses negoisasi berjam-jam
pun tidak membuahkan hasil seperti apa yang diinginkan, yaitu ia tidak ikut pergi
ke rumah mbahnya. Berbagai jurus sudah dikeluarkan, akan tetapi tetap berujung
pada kekalahan yaitu Marwa menangis sejadi-jadinya.
Kami pun masuk rumah, istri ke
kamar dan aku masih bersih-bersih di ruangan depan karena masih begitu
berantakan, namun memang tak seberantakan suasana hati kami saat itu.
Yah…berantakan…entah..begitu susah menata perasaan setelah Marwa dan Mbahnya
berlalu.
Setelah agak beres, aku pun menuju
ke kamar, ingin melihat si kecil yang baru saja hadir menambah barisan anggota
keluarga beberapa hari yang lalu. Baru
membuka pintu…, aku melihat istri sedang tidur menangis. Walaupun sudah tahu
jawabannya, aku pun bertanya…”kenapa mi?”.., namun pertanyaanku pun hanya
dijawabnya dengan aliran air mata. Setelah agak tenang, istri pun menjawab..,
“aku merasa bersalah ayah...kasihan Marwa, iya seperti kehilangan kasih sayang,
bagaimana kalau kemarin masih kecil sudah punya adik”…?
“Iya mi.. aku pun juga begitu.
Justru kalau masih kecil malah tidak jadi seperti ini, karena ia belum
mengerti”, Marwa sudah dewasa berfikirnya.., ketika ayah dan bundanya sibuk
mengurus adiknya ia pun beralih ke Mbahnya”, ya karena ada opsi ketiga setelah
kita”.
“Lha nanti bagaimana kalau
keterusan?”, istri saya pun mengejar bertanya.
“Ya insyaAlloh nanti kita atur
dengan sebaik mungkin..sambil menunggu kondisimu pulih mi”…, ini kan karena
kamu juga belum pulih kesehatanmu setelah melahirkan kemarin”, aku pun coba
memberi argumen yang kuat. Namun istri pun diam.
***
Saudaraku, tulisan di atas adalah
sepotong pengalaman kami setelah beberapa hari mendapatkan amanah anak kedua.
Di balik kebahagiaan hadirnya si mungil, ternyata bersambung dengan kisah
mengharukan. Yah..mengharukan, karena di luar perkiraan dan dugaan. Setelah
hadir si mungil, Marwa yang tadinya sangat dekat dengan bundanya kemudian
mendekat ke Ayahnya, hal itu terlihat saat aku masih libur kemarin. Setiap
tidur pun tak lupa mengajak ayahnya, dipijat, bercerita dan akhirnya pulas.
Saat itu kami masih sementara tinggal di rumah Ibu karena baru saja melahirkan
si mungil. Marwa sepertinya sangat paham juga, bahwa Mbahnya juga sedang sibuk,
saat itu Mbahnya sedang sibuk menyelesaikan pesanan, yaitu membuat peyek.
Dan kini, setelah kami pulang ke
rumah Depok dan ayahnya masuk kerja, Marwa pun beralih ingin bersama Mbahnya
terus. Tidur pun sama Mbahnya terus (Mbahnya ikut ke Depok untuk sementara).
Masih terngiang jawabannya ketika
kami bertanya kepadanya, “Kak Marwa, boboknya bareng ayah bunda dooong..kan Kak
Marwa anak pertama ayah bunda”. Kita berusaha negoisasi, karena Marwa sering
mengatakan ia anak pertama dan dedenya anak kedua.
Dan di luar dugaan dia pun
menjawab “Gak ah…, bunda kan sibuk ngurus dede Akhtar”….
Kami bertiga (Aku, Istri dan Ibu)
pun tersenyum…, namun di balik senyuman itu seakan leherku terganjal bongkahan
batu besar, sehingga tak mampu menelan ludah, sedangkan mata ingin rasa menangis,
karena hati merasa bersalah.
Kami pun hampir serentak
menjawab…”Gak lah...,”
“Kan kemarin bunda juga mandiin
dan nyuapin kak Marwa?”….tambah istri.
Namun Marwa pun tak menjawab.
***
Begitulah sepotong cerita di atas.
Beberapa hal yang mungkin dapat disampaikan menjadi kesimpulan :
1.
Untuk Marwa : Maafkan sayang, ayah dan bunda
sedang belajar membagi cinta…,
2.
Untuk UmmuMarwa : Semangat mi…!!! ini pernak
pernik cinta dalam keluarga.
3.
Bagi anda yang sudah siap dan merencanakan anak
kedua, silahkan ditata dari awal posisi hati dan cinta kasih anak pertama.
4.
Anak pertama akan merasa terkurangi kasih
sayangnya ketika hadir anak yang kedua, karena otomatis waktu pun akan terbagi.
Walau betapa pun sebagai orang tua, kami terus berusaha memperhatikan Marwa semaksimal
mungkin juga.
5.
Kami memohon ampun kepada Alloh jika tidak pas
persis membagi cinta ini kepada kedua anak kami.
6.
Kami pun akan berusaha menyaingi dan merebut
simpati hati Marwa dari Mbahnya agar lekas kembali seperti semula. #tapi memang
terkadang Mbahnya hampir sangat memanjakannya#...itu yang menjadi tantangan
buat kami.
7.
Mohon doanya agar kami berhasil dengan
secepat-cepatnya.
8.
Mohon maaf jika tulisan ini kurang berkenan atau
dianggap berlebihan dan sebagainya.
Harapan kami, semoga tulisan ini
dapat bermanfaat dan menambah keakraban kita dalam ikatan yang tiada
bandingnya, yaitu ikatan ukhuwah karena Iman di atas jalan Allohu ta’ala.
Amiin ya Robbal ‘alamin.
Pukul 23.40 (17-8-2013)
AbuMarwa.