Ruangan itu seperti ruang penyiksaan, terasa dingin diwarnai kepulan asap rokok yang menyajikan aroma khas. Tiba-tiba, braaaak…ayo..ayo, berangkat, teriak seseorang sambil menggebrak sebuah meja.
Wah…bikin kaget aja …pak Galeh nih” Rahmat agak sewot.
Wue….udah jam 4 tuh…teriak Galeh sambil menunjuk jam dinding.
Ya udah dah, aku berangkat duluan sama bos…ya ?
Iya..iya sana duluan…, sahut Ari sembari membereskan meja kerjanya.
Kemudian Galeh mengambil topi dari dalam tas yang ia letakkan di atas meja kerjanya. Topi berwarna coklat tua, sepintas seperti topi polisi.
“Woi…pak Galeh, itu topi Polisi yak…? Dapat dari mana ?, tanya Amin.
“Ah..lu mau tau aja sih, ini topi dari paman gua, dia sudah pensiun, gua ambil aja kemarin buat pengamanan di jalan kan lumayan”.
“Yah…ente gak pede amat sih pak..”
“Ah…lu belum ngerti sih, belum pengalaman lu…, udah ah aku duluan, udah ditungguin bos”.
Galeh adalah seorang karyawan yang mempunyai kedekatan emosional dengan Pak Yudha, Direktur Utama sebuah perusahaan konsultan. Mereka dulu satu kantor dalam perusahaan di bidang yang sama. Galeh Driver, sedangkan Pak Yudha adalah Supervisor, dia sering mengantarkan Pak Yudha jika ada survey lapangan.
Kemudian pak Yudha bekerjasama dengan salah seorang petinggi di PSSI, sebagai Komisaris dan kemudian mendirikan perusahaan sendiri. Karena saking dekatnya dengan Galeh dan dirasa dia sudah tahu seluk beluk pekerjaan, maka Pak Yudha mengajak Galeh untuk pindah ke perusahaan yang baru dan dijadikan salah satu karyawannya. Dan setiap ada pertandingan sepak bola di Senayan, Pak Yudha diberi beberapa tiket oleh Komisaris agar dapat dibagikan kepada karyawan yang hanya berjumlah 10 orang. Sehingga sudah menjadi tradisi di perusahaan tersebut, ketika ada pertandingan sepak bola di Senayan mereka beramai-ramai menyaksikan pertandingan tersebut.
Dengan riang Galeh membawa mobil Pak Yudha menuju Senayan. Terlihat gerombolan supporter dengan berbagai asesoris beramai-ramai memasuki pintu-pintu masuk stadion. Termasuk Galeh dengan Pak Yudha memasuki pintu VIP, karena memang tiket yang disediakan adalah tiket bagian VIP. Dengan bangga Galeh mencari posisi duduk yang terdepan, duduk di samping pak Yudha. “Ati-ati nih ada Polisi, he, gumamnya dalam hati. Pertandingan pun mulai berlangsung, aksi dorong dan hampir terjadi perkelahian pun mewarnainya.
Hingga di ujung pertandingan, “Galeh, kamu pulang sendiri kan? Pak Yudha menggugah konsentrasi Galeh.
“Iyalah pak, kan kita beda arah”.
“Ya udah nih aku kasih ongkos naik taksi, kalau kurang kamu tambahin sendiri”, tegas Pak Yudha sambil merogoh kantong bajunya. Di keluarkannya selembar uang Rp.50.000,- dan diberikan ke Galeh.
“Wah makasih nih pak. “Terima Galeh dengan riang.
“Ya udah lah pak saya duluan saja ya, nanti keburu macet nih jalanan kalo pulang nunggu selesai pertandingan”.
“O begitu, ya udah gak apa-apa, ati-ati ya kamu, lho topi kamu….aku baru ngeh? “
“Biasa pak keluarga polisi…hehe….” Galeh malah bangga.
Baik pak saya duluan ya…
OK…
Akhirnya Galeh meninggalkan Stadion dengan perasaan senang. “Waduh lumayan nih…buat tambah-tambah ngopi sama temen-temen entar malem. Dari sini naik bus Rp. 4.000,- sampai di rumah dah, ngapain pake taksi”, gumamnya.
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya bus yang dia inginkan akhirnya datang juga. Dia pun akhirnya naik bus tersebut, melongok kanan kiri mencari tempat duduk, penuh, namun rupanya ada anak muda yang mempersilahkan dia duduk menggantikan posisinya. “Nah gitu dong sama polisi…”, gumamnya lagi. Tanpa basa basi akhirnya dia duduk dengan perasaan bangga.
Lampu-lampu mercury dan lampu kendaraan mulai menghiasi setiap jalan. Dingin AC dalam bis membuat para penumpang yang mendapatkan kursi duduk semakin menikmati perjalanan hingga tertidur. Suara pengamen yang silih berganti tak begitu mengusik mereka. Begitu juga dengan Galeh…zzzz..zzzz dia tertidur.
Tapi tiba-tiba….Krokk…srokk…., kontan para penumpang pun terbangun, ada yang berdiri. Begitu pun Galeh. O…motor keserempet tuh..dia jatuh, “salah seorang penumpang memberi info. “Udah jalan aja dah..biarin aja dia yang kurang hati-hati tuh…”, kondektur menengahi ketegangan. Akhirnya bis pun melaju terus meninggalkan motor yang terjatuh itu.
Ketika bis hampir sampai pada perempatan lampu merah, keadaan jalan menjadi sangat macet total. Hanya sepeda motor saja yang bisa berjalan dari celah-celah barisan mobil yang sedang macet. Galeh pun sudah tidak lagi meneruskan tidurnya.
Tiba-tiba…Dog-dog-dog…dog….. pintu depan bis ada yang memukul-mukul. Penumpang panik dengan kejadian itu. “Oh…itu orang yang tadi terjatuh tuh…kayaknya” Galeh masih teringat, karena dia tadi jelas menyaksikan terjatuhnya sepeda motor itu.
“Hei…buka…atau kupecah kaca bis ini…, seorang dengan logat Batak berteriak dari luar sambil memukul-mukul pintu. Akhirnya kondektur pun membukakan pintu, keadaan menjadi tegang. Pengendara motor tadi seperti kesetanan menarik baju kondektur dan hampir terjadi perkelahian.
Melihat seperti itu…Galeh spontan berlari turun… dari bis..he…jangan main hakim sendiri dong kamu…”! Teriak Galeh. Akhirnya pengendara motor tadi mengurungkan niatnya memukul kondektur.
“Gimana dong ini pak, tadi saya diserempet hingga terjatuh, tapi di brengsek sopir itu malah terus aja gak berhenti…” adu pengendara motor ke Galeh.
Galeh akhirnya sadar, bahwa semua mata mengharapkan penyelesaian darinya, karena dia dianggap sebagai seorang polisi.
“Ya udah kalian urus saja berdua, diobrolin dulu, gimana baiknya…saya ambil tas saya di atas. Dengan cucuran keringat, Galeh naik ke bus hendak mengambil tas. “Waduh…sialan, gua dianggap Polisi lagi…gimana nih…??” dalam hatinya terus bingung dan gugup. Dia pura-pura membuka HP dan sedang memencet-mencetnya. Padahal dia lagi bingung mencari jalan keluar.
“Ayo dong pak….tolong diselesaikan,, mereka gak akan ada yang mengalah kalau Bapak gak turun tangan nih.” Seorang ibu-ibu menambah gugup Galeh.
“Oke bu..tenang saja, saya lagi mau kontak temen nih..”, Jawab Galeh dengan sok tenang. Dia pun sambil berjalan turun dari bis.
Terlihat kondektur dan pengendara motor beradu mulut.
“Gimana…kalian? Pokoknya kalian berunding dulu hingga masalah selesai”. Saya mau beli pulsa dulu, nanti saya datang lagi ke sini. Dan terpaksa kalian akan saya bawa ke kantor kalau belum selesai masalah juga”, Galeh menghentikan adu mulut mereka.
Sepeninggal Galeh, kondektur dan pengendara motor itu kembali teriak beradu mulut lagi, ditambah lagi sopir pun turun membantu kondekturnya. Mereka tidak peduli lagi dengan banyaknya bunyi klakson dan umpatan para pengendara lain yang merasa terganggu dengan ulah mereka. Jalan menjadi bertambah macet.
Galeh dengan cucuran keringat berlari meninggalkan bis tersebut. “Sialan, gua dianggap polisi beneran jadinya”, gerutunya. Bisa berabe nih kalo pada nyariin gua lagi…, dilihatnya taksi, kemudian dilambaikan tangannya tanda ingin menumpang. Setelah taksi itu minggir dan berhenti, akhirnya dia buru-buru membuka pintu dan masuk dengan rasa tidak bertanggung jawabnya.
“Ke Lenteng Agung…..perintahnya ke sopir taksi.
“Iya…pak…., waduh baru pulang dinas pak…,” sapa sopir taksi dengan perasaan hormat.
“Iya…nih…, agak cepat ya, saya masih banyak urusan nih, “lagaknya biar kelihatan orang sibuk.
“Baik pak…, taksi itu pun meluncur meninggalkan jauh bis yang dianggap sumber petaka oleh Galeh tersebut.
Dingin AC taksi pun ikut menenangkan perasaan Galeh yang sedang gugup, masih terbayang, bagaimana kejadian yang baru saja dia alami. Buru-buru ia mencopot topinya. “Uh…topi sialan lu…”, umpatnya sambil memasukkannya dalam tas.
Cukup lama juga Galeh di atas taksi, karena terkadang bertemu kemacetan. Hingga akhirnya dia tertidur.
“Maaf pak… sudah sampai pak’ sopir taksi membangunkan Galeh.
“Waduh….kelewatan lagi…”, gimana sih kamu”, Galeh sewot.
“Maaf pak…tadi bapak saya bangunin, tidak bangun-bangun”.
“Ya udah…terus saja, nanti kalo ada puteran balik arah saja”.
“Baik pak..
Akhirnya sampai juga sopir taksi itu mengantarkan “Polisi Gadungan” itu.
“Berapa ?”, tanya Galeh, dia tidak mau melihat angka argo di samping sopir.
“Lima puluh tiga ribu pak”, sopir taksi menjawab.
“Hah…bener…, Galeh tak percaya kemudian melihat argo, dilongokkan kepala melihat argo.
Diambilnya uang lima puluhan ribu dari Pak Yudha dari saku bajunya, kemudian mengambil ribuan dari dompetnya.
“Nih….”, ujarnya sewot.
“Terima kasih pak…, sopir taksi tampak hormat menerima uang dari Galeh.
Kemudian Galeh membuka pintu taksi dan turun meninggalkan taksi tersebut.
“Sialan-sialan…dasar sialan, gara-gara topi sialan ini nih…, gak jadi untung malah buntung gua” Gerutu Galeh sambil mengambil topi coklatnya dari dalam tas. Dilihatnya tong sampah, kemudian dia lempar topi itu masuk ke tong sampah tersebut.