Tanggal 28 Januari 2010 merupakan hari ke-100 dalam era pemerintahan baru hasil pemilu tahun 2009 yang lalu. Artinya, seratus hari sudah janji para wakil rakyat dan juga “idola” rakyat berlalu. Namun janji perubahan yang membuat nasib rakyat akan lebih baik juga tak kunjung terlihat. Sebagai rakyat yang beragama tentu tahu bahwa kita akan sangat enerima jika para pemimpin kita sudah semaksimal berupaya, namun belum membuahkan hasil perubaha. Karena kita yakin segala keputusan tentu Sang Kuasalah yang mempunyai hak untuk itu.
Namun berbeda halnya dengan sikap para pemimpin kita. Seratus hari sudah mengumbar janji, di hari itu pulalah ada wacana positif bahwa mereka akan menerima kenaikan gaji sebesar 20%. Luar biasa, kenaikan yang menggembirakan tentunya bagi para pemimpin kita, ditambah lagi lagi dengan mobil dinas senilai 1,3 milyar.
Banyak tanggapan mengenai hal ini. Bagi rakyat, tentu berita ini membuat mereka mengelus dada. Khususnya rakyat kecil yang merupakan asset terbesar bagi para spekulan pencari kursi kekuasaan. Namun dari berbagai keluhan mengenai hal itu, ada salah satu anggota dewan yang berseloroh dan mencoba menjelaskan dan menjadikan berita tersebut merupakan hal yang sangat wajar bahwa semua itu untuk menaikkan kinerja dan mengurangi angka tindak korupsi.
Tentu tanggapan itu sangat menarik. Sebuah kemewahan di atas penderitaan rakyat dijadikan cara untuk mengurangi korupsi. Dan mungkin yang dimaksud adalah jika para pejabat suadh memiliki fasilitas yang mewah, maka keinginan untuk korupsi akan menjadi hilang. Namun pertanyaannya, apakah gaji dan fasilitas saat ini masih dianggap kurang? Dan siapa yang akan menjamin kinerja mereka akan meningkat, kemudian akan berkurang kebiasaan buruk untuk korupsi ?
Bukankah solusi yang tepat untuk mengurangi dan menghilangkan kebiasaan korupsi adalah dengan solusi pembenahan keimanan dan ketaqwaan ?
Manusia akan takut mengambil sesuatu yang bukan haknya jika ia tahu dan yakin akan akibatnya kelak dan manusia akan bertambah kinerjanya ketika ia tahu bahwa jabatan merupakan sebuah amanah yang pasti akan dimintai pertanggungjawabannya. Kepada siapa? Tak lain dan tak bukan adalah kepada Tuhan, karena kita yakin bahwa para pejabat kita adalah sekelompok manusia yang masih mempunyai Tuhan yaitu Allah ta’ala.